Masa Depan Anak, Tanggung Jawab Kita ~Oleh: Abdul Kadir, S.Pd. - qodirsmart

Illuminating Your Digital Future

Khoirunnas Anfauhum Linnas

LightBlog

Mau bikin website? Kunjungi link berikut!

Banner IDwebhost

Kamis, 13 Maret 2025

Masa Depan Anak, Tanggung Jawab Kita ~Oleh: Abdul Kadir, S.Pd.

 


Masa Depan Anak, Tanggung Jawab Kita

Oleh: Abdul Kadir, S.Pd.

qodirsmart1@gmail.com

Pengantar

Hak anak bukan sekadar wacana, melainkan amanat moral dan hukum yang wajib dipenuhi oleh setiap elemen masyarakat. Namun, di balik regulasi yang menjanjikan perlindungan, masih banyak anak di Indonesia yang menghadapi pelanggaran hak secara sistematis. Dari eksploitasi tenaga kerja, pernikahan dini, hingga kurangnya akses pendidikan, tantangan ini nyata dan membutuhkan perhatian lebih.

Potret Hak Anak di Indonesia

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) yang mencakup empat prinsip utama: non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup dan berkembang, serta partisipasi anak dalam keputusan yang memengaruhi hidup mereka. Meski demikian, realitas di lapangan menunjukkan kesenjangan yang mencolok antara kebijakan dan implementasi.

Menurut laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang tahun 2023 terdapat lebih dari 5.000 kasus pelanggaran hak anak yang mencakup kekerasan fisik, eksploitasi ekonomi, hingga keterbatasan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan. Angka ini hanyalah puncak gunung es, mengingat banyak kasus yang tidak terlaporkan karena berbagai faktor, termasuk ketakutan dan kurangnya kesadaran.

Investigasi: Suara yang Tak Terdengar

Dalam upaya menggali lebih dalam, tim investigasi kami mewawancarai sejumlah anak yang mengalami pelanggaran hak. Salah satu kisah menyentuh datang dari Dini (bukan nama sebenarnya), seorang anak berusia 13 tahun dari Jawa Barat yang terpaksa putus sekolah untuk membantu orang tuanya bekerja sebagai buruh tani.

"Saya ingin sekolah, tapi tidak bisa karena harus membantu keluarga. Jika saya tidak bekerja, kami tidak bisa makan," ungkapnya dengan mata penuh harapan yang tertunda.

Selain itu, fenomena pernikahan dini juga masih menjadi ancaman serius. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa 1 dari 9 perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Faktor ekonomi, budaya, dan kurangnya kesadaran hukum menjadi penyebab utama praktik ini tetap lestari.

Peran Media dan Masyarakat

Media daring memiliki peran besar dalam mengedukasi masyarakat dan meningkatkan kesadaran akan hak-hak anak. Kampanye digital, laporan mendalam, serta kolaborasi dengan lembaga perlindungan anak dapat menjadi jembatan untuk mengubah kebijakan dan membangun komitmen kolektif dalam melindungi anak-anak.

Salah satu contoh keberhasilan adalah gerakan "Stop Pernikahan Anak" yang dimulai oleh berbagai organisasi nirlaba dan berhasil mengubah batas minimal usia perkawinan bagi perempuan dari 16 menjadi 19 tahun melalui revisi Undang-Undang Perkawinan tahun 2019.

Harapan dan Rekomendasi

Mewujudkan lingkungan yang ramah anak bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan adalah:

  1. Peningkatan Edukasi: Mengintegrasikan materi hak anak ke dalam kurikulum sekolah.

  2. Pelaporan Lebih Mudah: Memperkuat mekanisme pelaporan kasus kekerasan terhadap anak melalui platform digital.

  3. Kolaborasi Multi-Pihak: Menggandeng LSM, media, dan pemerintah untuk program advokasi yang berkelanjutan.

Anak-anak adalah masa depan bangsa. Jika hak mereka tidak dijamin hari ini, maka kita tengah merampas masa depan yang seharusnya mereka miliki. Sudah saatnya kita bergerak bersama untuk memastikan hak anak bukan hanya sekadar kata-kata dalam dokumen hukum, tetapi nyata dalam kehidupan mereka sehari-hari. (K-dir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salamat Datang Di website saya - Sudahkah kita berbuat baik hari ini? - Terima kasih telah berkunjung ke website qodirsmart, like, follow dan subscribe please!